Nusa Tenggara Barat | |||
---|---|---|---|
— Provinsi — | |||
|
|||
Peta lokasi Nusa Tenggara Barat | |||
Negara | Indonesia | ||
Ibu kota | Mataram | ||
Koordinat | 9º 20' - 6º 20' LS 115º 30' - 119º 30' BT |
||
Pemerintahan | |||
- Gubernur | Muhammad Zainul Majdi | ||
- DAU | Rp. 646.671.083.000,- (2011)[1] | ||
Luas[2] | |||
- Total | 20.153,15 km2 | ||
Populasi (2010)[3] | |||
- Total | 4.496.855 | ||
- Kepadatan | 223,1/km² | ||
Demografi | |||
- Suku bangsa | Sasak (68%), Bima (13%), Sumbawa (8%), Bali (3%), Suku Indo-Arya (8%)[4] | ||
- Agama | Islam (96%), Hindu (3%), Buddha (0.5%), Katolik (0.5%) | ||
- Bahasa | Indonesia, Sasak | ||
Zona waktu | WITA | ||
Kabupaten | 7 | ||
Kota | 2 | ||
Kecamatan | 94 | ||
Desa/kelurahan | 762 | ||
Lagu daerah | Orlen-orlen | ||
Situs web | www.ntbprov.go.id |
Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Sesuai dengan namanya, provinsi ini meliputi bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Dua pulau terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok.
Sebagian besar dari penduduk Lombok berasal dari suku Sasak, sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara Barat beragama Islam (96%).
Arti Lambang
Berlatar belakang perisai sebagai gambaran jiwa pahlawan, lambang
Nusa Tenggara Barat terdiri dari 6 unsur, yakni: bintang, kapas dan
padi, menjangan gunung dan kubah.
- Bintang melambangkan 5 sila dari Pancasila, kapas dan padi selain melambangkan kemakmuran juga melambangkan tanggal terbentuknya provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu 14 Agustus 1958.
- Hari tersebut dengan diungkapkan secara simbolik dengan jumlah kuntum dan untaian padi 58.
- Rantai terdiri dari 4 berbentuk bulat dan 5 berbentuk segi empat, melambangkan tahun 45 (1945) sebagai tahun kemerdekaan RI.
- Menjangan merupakan salah satu satwa yang banyak berada di Pulau Sumbawa.
- Gunung yang berasap melukiskan kemegahan gunung Rinjani sebagai gunung tertinggi di Lombok.
- Kubah melambangkan ketaatan beragama masyarakat provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sejarah
Merekonstruksi sejarah Kerajaan Selaparang
menjadi sebuah bangunan kesejarahan yang utuh dan menyeluruh agaknya
memerlukan pengkajian yang mendalam. Permasalahan utamanya terletak pada
ketersediaan sumber-sumber sejarah yang layak dan memadai.
Sumber-sumber yang ada sekarang, seperti Babad dan lain-lain memerlukan
pemilihan dan pemilahan dengan kriteria yang valid dan reliable.
Apa yang tertuang dalam tulisan sederhana ini mungkin masih mengundang
perdebatan. Karena itu sejauh terdapat perbedaan-perbedaan dalam
pengungkapannya akan dlmuat sebagai gambaran yang masih harus ditelusurl
sebagal bahan pengkajlan leblh ianjut.
Agak sulit membuat kompromi penafsiran untuk menemukan benang merah
ketiga deskripsi di atas. Minimnya sumber-sumber sejarah menjadi alasan
yang tak terelakkan.
Zaman Majapahit
Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan di
Lombok yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui
ekspedisi di bawah Mpu Nala pada tahun 1343 sebagai pelaksanaan Sumpah
Palapa Maha Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada sendiri pada tahun 1352.
Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok
dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan utama
saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di
Timur, Kerajaan Langko di tengah dan Kerajaan Pejanggik di selatan.
Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil,
seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka setelah kerajaan Majapahit runtuh.
Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok.
Disebutkan kota Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan
mempunyai sumber air tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak
dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi. dan mempunyai senjata yg bernama sundu
Masuknya Islam
Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari,
Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan
Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya
dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.
"Susuhnii Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke
seluruh pelosok. Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke
Banjarmasin, Datu bandan di kirim ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier
dan Putra Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Prapen
pertama kali berlayar ke Lombok, dimana dengan kekuatan senjata ia
memaksa orang untuk memeluk agama Islam. Setelah menyelesaikan tugasnya,
Prapen berlayar ke Sumbawa dan Bima. Namun selama ketiadaannya, karena
kaum perempuan tetap menganut keyakinan Pagan, masyarakat Lombok kembali
kepada faham pagan. Setelah kemenangannya di Sumbawa dan Bima,
Prapen kembali dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut,
ia mengatur gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan.
Sebagian masyarakat berlari ke gunung-gunung, sebagian lainnya
ditaklukkan lalu masuk Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukkan.
Prapen meninggalkan Raden Sumuliya dan Raden Salut untuk memelihara
agama Islam dan ia sendiri bergerak ke Bali, dimana ia memulai negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung."
Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang menggembirkan,
hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam,
kecuali beberapa tempat yang masih memepertahankan adat istiadat lama.
Sementara di Kerajaan Lombok, sebuah kebijakan besar dilakukan Prabu Rangkesari dengan memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang atas usul Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda.
Pemindahan ini dilakukan dengan alasan letak Desa Selaparang lebih
strategis dan tidak mudah diserang musuh dibandingkan posisi sebelumnya.
Menurut Fathurrahman Zakaria, dari wilayah pusat kerajaan yang baru
ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar
belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan
sekali sapuan pandangan. Dengan demikian semua gerakan yang mencurigakan
di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ini juga memiliki
daerah belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata
rapi bertingkat-tingkat sampai hutan Lemor yang memiliki sumber air yang melimpah.
Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari,
Kerajaan Selaparang berkembang menjadi kerajaan yang maju di berbagai
bidang. Salah satunya adalah perkembangan kebudayaan yang kemudian
banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah warisan tradisional
masyarakat Lombok hari ini. ahli sejarah berkebangsaan Belanda L. C. Van
den Berg menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat memengaruhi
terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual
dalam rekayasa sosial politik di Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998)
menyebutkan bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik
sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri
aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi
yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya
banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi atau menyalin manusia Jawa
kuno ke dalam lontar-lontar Sasak.
Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji,
Rengganis dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan
mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo,
seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan
Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin
dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik
Anak Yatim dan sebagainya.
Dengan mengkaji lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman Zakaria
(1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman
dalam rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan dan
masyarakatnya. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama
lembar 6 lembar menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin,
yakni Danta, Danti, Kusuma dan Warsa.
- Danta artinya gading gajah, apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan lagi.
- Danti artinya ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat lagi.
- Kusuma artinya kembang, tidak mungkin kembang itu mekar dua kali.
- Warsa artinya hujan, apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali menjadi awan.
Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam perkataan.
Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa
istilah-istilah dan ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah
dipergunakan dalam bidang politik dan hukum, misalnya kata hanut
(menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil), tindih (bertata krama),
rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti, setia)
atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma
(dermawan), kencak (terampil) atau genem (rajin).
Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali
merasa tidak senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit,
melakukan serangan ke Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi
menemui kegagalan.
Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan
cerdik memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan
mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan
sisi barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh
strategi baru dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk memasukkan faham
baru berupa singkretisme Hindu-Islam. Walau tidak lama di Lombok, tetapi
ajaran-ajarannya telah dapat memengaruhi beberapa pemimpin agama Islam
yang belum lama memeluk agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk
menaklukkan Kerajaan Selaparang terhenti karena secara internal kerajaan
Hindu ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini.
Masuknya Kolonialisme
Kedatangan VOC Belanda ke Indonesia
yang menguasai jalur perdagangan di utara telah menimbulkan kegusaran
Gowa, sehingga Gowa menutup jalur perdagangan ke selatan dengan cara
menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Untuk membendung misi
kristenisasi menuju ke barat, maka Gowa juga menduduki Flores Barat
dengan membangun Kerajaan Manggarai.
Ekspansi Gowa
ini menyebabkan Gelgel yang mulai bangkit tidak senang. Gowa dihadapkan
pada posisi dilematis, mereka khawatir Belanda memanfaatkan Gelgel.
Maka tercapai kesepakatan dengan Gelgel melalui perjanjian Saganing pada
tahun 1624 yang isinya antara lain Gelgel tidak akan bekerja sama
dengan Belanda dan Gowa akan melepaskan perlindungannya atas Selaparang
yang dianggap halaman belakang Gelgel.
Akan tetapi terjadi perubahan sikap sepeninggal Dalem Sagining yang
digantikan oleh Dalem Pemayun Anom. Terjadi polarisasi yang semakin
jelas, yakni Gowa menjalin kerjasama dengan Mataram di Jawa dalam rangka
menghadapi Belanda. Sebaliknya Belanda berhasil mendekati Gelgel,
sehingga pada tahun 1640, Gowa masuk kembali ke Lombok. Bahkan pada
tahun 1648, salah seorang Pangeran Selaparang dari Trah Pejanggik
bernama Mas Pemayan dengan gelar Pemban Mas Aji Komala, diangkat sebagai
raja muda, semacam gubernur mewakili Gowa, berkedudukan di bagian bara
pulau Sumbawa.
Akhirnya perang antara Gowa dengan Belanda tidak terelakkan. Gowa
melakukan perlawanan keras terutama dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin
yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur. Sejarah mencatat Gowa harus
menerima perjanjian Bungaya pada tahun 1667. Bungaya adalah sebuah
wilayah yang terletak disekitar pusat kerajaan Gelgel di Klungkung yang
menandai eratnya hubungan Gelgel-Belanda. Konon Gelgel berusaha
memanfaatkan situasi dengan mengirimkan ekspedisi langsung ke pusat
pemerintahan Selaparang pada tahun 1668-1669, tetapi ekspedisi tersebut
gagal.
Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangganya, yaitu
Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru
dari arah barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak
permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari
Karang Asem (Bali) secara bergelombang dan mendirikan koloni di kawasan
Kotamadya Mataram sekarang ini. Kekuatan itu telah menjelma sebagai
sebuah kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang
berdiri pada tahun 1622.
Namun bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul
secara tiba-tiba yaitu kekuatan asing, Belanda yang sewaktu-waktu akan
melakukan ekspansi. Kekuatan dari tetangga dekat diabaikan, karena
Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Sebab itu sebelum kerajaan
yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya
diantisipasi dengan menempatkan pasukan kecil di bawah pimpinan
Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Di balik itu memang ada faktor-faktor lain terutama masalah
perbatasan antara Selaparang dan Pejanggik yang tidak kunjung selesai.
Hal ini menyebabkan adanya saling mengharapkan peran yang lebih di
antara kedua kerajaan serumpun ini atau saling lempar tanggung jawab.
Dalam kecamuk peperangan dan upaya mengahadapi masalah kekuatan yang
baru tumbuh dari arah barat itu, maka secara tiba-tiba saja, tokoh
penting di lingkungan pusat kerajaan, yaitu patih kerajaan sendiri yang
bernama, Raden Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih pendapat dengan
rajanya. Raden Arya Banjar Getas akhirnya meninggalkan Selaparang dan
hijrah mengabdikan diri di Kerajaan Pejanggik yang dulu (Kerajaan
Pejanggik) berada di Daerah Pejanggik yang berada di Kecamatan Jonggat
Atas prakarsanya sendiri, Raden Arya Banjar Getas dapat menyeret Pejanggik bergabung dengan sebuah Ekspedisi Tentara Kerajaan Karang Asem
yang sudah mendarat menyusul di Lombok Barat. Semula berdasarkan
informasi awal yang diperoleh, maksud kedatangan ekspedisi itu akan
menyerang Kerajaan Pejanggik.
Namun dalam kenyataan sejarah, ekspedisi itu telah menghancurkan
Kerajaan Selaparang karena wilayah tersebut dapat ditaklukkan hampir
tanpa perlawanan, sebab sudah dalam keadaan sangat lemah. Peristiwa ini
terjadi pada tahun 1672. Pusat kerajaan hancur dan rata dengan tanah
serta raja beserta seluruh keluarganya mati terbunuh.
Selaparang jatuh hanya tiga tahun setelah menghadapi Belanda. Empat
belas tahun kemudian, pada tahun 1686 Kerajaan Pejanggik dibumi
hanguskan oleh Kerajaan Mataram Karang Asem. Akibat kekalahan Pejanggik,
maka Kerajaan Mataram mulai berdaulat menjadi penguasa tunggal di Pulau
Lombok setelah sebelumnya juga meluluh lantakkan kerajaan-kerajaan
kecil lainnya.
Batas wilayah
Utara | Laut Flores |
Selatan | Samudra Hindia |
Barat | Provinsi Bali |
Timur | Provinsi Nusa Tenggara Timur |
Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
No. | Kabupaten/Kota | Ibu kota |
---|---|---|
1 | Kabupaten Bima | Raba |
2 | Kabupaten Dompu | Dompu |
3 | Kabupaten Lombok Barat | Mataram |
4 | Kabupaten Lombok Tengah | Praya |
5 | Kabupaten Lombok Timur | Selong |
6 | Kabupaten Lombok Utara | Tanjung |
7 | Kabupaten Sumbawa | Sumbawa Besar |
8 | Kabupaten Sumbawa Barat | Taliwang |
9 | Kota Bima | - |
10 | Kota Mataram | - |
No. Kabupaten/Kota Ibu kota 1 Kabupaten Bima Raba 2 Kabupaten Dompu
Dompu 3 Kabupaten Lombok Barat Gerung 4 Kabupaten Lombok Tengah Praya 5
Kabupaten Lombok Timur Selong 6 Kabupaten Lombok Utara Tanjung 7
Kabupaten Sumbawa Sumbawa Besar 8 Kabupaten Sumbawa Barat Taliwang 9
Kota Bima Bima 10 Kota Mataram Mataram
Daftar gubernur
No | Foto | Nama | Mulai Jabatan | Akhir Jabatan | Keterangan |
1. | Ruslan Tjakraningrat | 1958 | 1968 | ||
2. | H.R. Wasita Kusumah | 1968 | 1979 | ||
3. | Gatot Suherman | 1979 | 1988 | ||
4. | Warsito | 1988 | 1998 | ||
5. | Harun Al Rasyid | 1998 | 2003 | ||
6. | Lalu Serinata | 2003 | 2008 | ||
7. | M. Zainul Majdi | 8 September 2008 | 2013 |
Wakil di DPR dan DPD 2009 - 2014
Anggota DPR dari Provinsi Nusa Tenggara Barat
- Nanang Samodra dari Partai Demokrat
- Fahri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera
- Muhammad Lutfi dari Partai Golkar
- Sunardi Ayub dari Partai Hati Nurani Rakyat
- Izzul Islam dari Partai Persatuan Pembangunan
- Rahmat Hidayat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
- Syafruddin dari Partai Amanat Nasional
- Adi Putra Taher dari Partai Golkar
- Wayan Gunastra dari Partai Demokrat
- Abdurrahman Abdullah dari Partai Demokrat
Anggota DPD dari Provinsi Nusa Tenggara Barat
- Prof. Dr. Farouk Muhammad
- Baiq Diah Ganefi, SH
- H.L. Abdul Muhyi Abidin, S.Ag.
- H.L. Supardan Kasiran
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi pemerintah provinsi
- (Indonesia) Informasi Lengkap Seputar Nusa Tenggara Barat
- (Indonesia) Festival Kopi NTB
Referensi
- ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011.
- ^ Luas Nusa Tenggara Barat menurut BPS Nusa Tenggara Barat
- ^ Sensus Penduduk 2010
- ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 29 Desember 2003.
0 komentar:
Posting Komentar